Kamis, Oktober 11, 2007

surat untuk aa gym

Aa Gym, saya tak kaget ketika mendengar gosip anda kawin lagi. Saya
kecut ketika anda mengakuinya. Saya muak mendengar alasan anda bahwa
perkawinan kedua itu untuk menghindari zina. Daripada teman tapi mesum,
katamu. Astaga. Sudah sebegitu mesumkah anda jika berteman dengan
perempuan?

Beristri lebih dari satu tentu tidak dilarang, seperti kau sebut-sebut
kepada banyak wartawan. Agama Islam membolehkan dengan syarat yang
ketat. Anda tentu merasa bisa memenuhi syarat itu sehingga memutuskan
berpoligami, tiga bulan lalu. Tapi guru-guru ngaji saya di dusun, yang
tentu tak sepopuler anda, menceritakan bukan dengan alasan takut zina
Rasulullah menikahi perempuan lebih dari dua. Rasulullah menikahi
perempuan yang suaminya gugur di medan perang dalam menyebarkan ajaran
Islam. Ia hidup di zaman perang yang mengancam nyawa dan keselamatan.
Lagipula dia berpoligami setelah Siti Khadijah, istri pertamanya,
meninggal. Yang saya tahu, begitulah alasan Nabi memperistri banyak
perempuan. Anda hidup di Indonesia yang mulai damai. Bahkan anda hidup
di Bandung, sebuah kota yang menjadi tujuan wisata akhir pekan.

Yang jadi soal adalah bukan dilarang atau tidaknya poligami oleh ajaran
agama. Tindakan anda legal di mata hukum apapun. Tapi tidak di mata
"hukum" sosial. Anda seorang ustad yang tiap hari berkotbah tentang
nilai-nilai moral di televisi, di masjid, menulis di koran, radio,
bahkan lewat telepon seluler. Anda merangsek begitu jauh ke dalam hidup
setiap orang. Banyak orang, dengan begitu, menjadikan anda sebagai
panutan. Inilah soalnya. Anda mungkin cuma manusia biasa yang bisa
salah. Tentu saja. Anda bukan nabi. Tapi perbuatan anda itu sudah
dipikirkan benar bahkan sejak lima tahun lalu. Anda tentu sadar
sepenuhnya melakukan poligami. Ada banyak orang, memang, yang juga tak
puas dengan satu istri. Tapi mereka tak saya kenal. Mereka tak berkotbah
tentang nilai-nilai luhur dan amal soleh.

Dulu, saya pernah juga ikut latah menjadi pelanggan SMS tausyiahmu. Lima
kali dalam sehari saya membaca omong kosong tentang kebajikan, sampai
saya menghentikannya ketika profil anda dimuat berseri-seri di media
massa. Saya berhenti setelah membaca laporan wartawan /Time/ yang
menyebut anda Holyman, orang suci, yang berpose dengan motor gede dan
gantole. Ganteng benar anda dengan semua kemewahan itu. Nabi Muhammad,
orang yang paling anda kagumi dan kisah bajiknya sering kaukutip dalam
ceramahmu, hanya punya sandal dari jerami yang ia jahit sendiri jika sobek.

Anda tak salah menikmati semua kerja dengan kekayaan itu. Tapi menjadi
tak relevan ketika dipamer-pamerkan untuk semua orang. Bukankah
memamerkan itu satu perbuatan kecil dari riya? Maka saya berhenti
berlangganan tausyiahmu. Saya merasa tak ada gunanya membaca pesan moral
dari orang yang suka berpamer-pamer harta. Sesekali saya masih ikut
menonton kotbahmu di televisi, bersama anak dan istri saya--ketika tak
punya pilihan acara televisi saat libur--seraya berdoa semoga orang lain
mengikuti apa yang kau anjurkan. Di televisi, anda berpose mesra dengan
istri pertama. Saya kian muak dengan sandiwara itu.

Istri anda mungkin sudah bisa ikhlas setelah mendengar semua argumen
anda dengan tameng semua ayat dan hadits juga janji sorga. Tapi,
bagaimana perasaan orang lain yang menjadi korban poligami ayah dan
suami mereka? Inikah hikmah yang ingin kaudapat? Anda harusnya tahu,
dengan pro-kontra yang beredar di jamaahmu yang sedih dan kecewa di
Bandung itu saja, hikmah itu sudah pupus. Anda ingin belajar adil dan
ikhlas dengan poligami. Tak adakah cara lain belajar tentang dua hal itu
dan menunjukkannya kepada orang lain? Anda ingin mengubah pandangan
orang yang tak setuju. Tak bolehkah orang tak setuju? Poligami adalah
pilihan, bukan tuntunan.

Keputusan anda berpoligami itu, Aa Gym, makin menyempurnakan runtuhnya
kepercayaan saya kepada semua pengkotbah agama. Saya kian tak percaya
apa yang diomongkan para pengkotbah yang merampas hak saya menikmati
tontonan bagus di televisi. Menjadi ulama itu sulit, tapi kenapa begitu
mudah orang berkotbah hanya dengan mengutip satu dua ayat plus lawakan
yang sering terasa garing, lalu menjadi kaya dengan itu. Saya lebih
senang menonton pertunjukan Oprah Winfrey, atau Extravaganza, atau
Srimulat. Mereka tak berusaha memberi pesan muluk, tapi saya terhibur.

Kita sudah jenuh dengan retorika. Anda tampil menambahnya, seolah-olah
memberi resep dalam hidup sehari-hari yang sumpek. Saya terkesima,
mula-mula. Kotbahmu mengena. Anda, sepertinya, tak mencari kekayaan
bermodal pengetahuan ayat dan hadist. Anda sudah kaya sebelum jadi
ustad, meskipun saya tak tahu berapa rupiah anda dibayar satu kali
tampil di mimbar.

Anda benar, tak mudah memang menjalankan 3M yang sering anda
ulang-ulang: mulai dari yang kecil, mulai dari diri sendiri, dan mulai
sekarang juga. Saya pernah mencoba dan tak bisa. Kini anda sendiri gagal
menjalankannya. Anda tak bisa memulai dari diri sendiri karena anda
sendiri tak menganjurkan orang lain berpoligami. Anda juga lupa bahwa
kesenangan duniawi kerap mengerangkeng akal sehat dan menyilapkan
ingatan terhadap zaman hidup susah, ketika nasib ada di bawah, seperti
katamu.

Aa Gym, seperti katamu lagi, memang gampang merumuskan sebuah kebajikan
tapi berat menjalankannya. Anda bukti paling sempurna untuk itu. Anda
sering menganjurkan agar jangan menyakiti orang lain, jika tak ingin
disakiti orang lain. Ketika anda meminta izin menikah lagi, istri anda
terguncang dan meriang. Anak-anak marah dan kecewa. Perempuan mana sih
yang mau cinta suaminya terbagi-bagi? Tindakan anda makin mengukuhkan
kesimpulan para pengkritik Nabi Muhammad yang dituding menyebarkan
ajaran tak memberi tempat pada perasaan perempuan. Tindakan anda itu
mengguncang saya sebagai ayah dan suami. Saya khawatir anak saya
mencerna salah tindakan anda itu.

O, ya, saya juga dipanggil Aa di rumah. Dua adik saya memanggil begitu,
istri saya mengikuti. Ketenaran anda ikut mempopulerkan panggilan khas
di keluarga-keluarga orang Sunda. Saya malu menyandang panggilan itu kini.

Saya doakan semoga berat badan anda pulih dan tak berjerawat lagi. (*) 3:22 PM, oktober 09, 2007